Kamis, 20 Oktober 2016

REOG



REOG
Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.

SEDIKIT SEJARAH REOG
Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabhumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50 kg hanya dengan menggunakan giginya.

TOKOH-TOKOH DALAM SENI REOG
Jathil


            Jathil adalah prajurit berkuda dan merupakan salah satu tokoh dalam seni Reog. Jathilan merupakan tarian yang menggambarkan ketangkasan prajurit berkuda yang sedang berlatih di atas kuda. Tarian ini dibawakan oleh penari di mana antara penari yang satu dengan yang lainnya saling berpasangan. Ketangkasan dan kepiawaian dalam berperang di atas kuda ditunjukkan dengan ekspresi atau greget sang penari.
Warok
          "Warok" yang berasal dari kata wewarah adalah orang yang mempunyai tekad suci, memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih. Warok adalah wong kang sugih wewarah (orang yang kaya akan wewarah). Artinya, seseorang menjadi warok karena mampu memberi petunjuk atau pengajaran kepada orang lain tentang hidup yang baik.Warok iku wong kang wus purna saka sakabehing laku, lan wus menep ing rasa (Warok adalah orang yang sudah sempurna dalam laku hidupnya, dan sampai pada pengendapan batin).

 

Barongan (Dadak merak)

 

Barongan (Dadak merak) merupakan peralatan tari yang paling dominan dalam kesenian Reog Ponorogo. Bagian-bagiannya antara lain; Kepala Harimau (caplokan), terbuat dari kerangka kayu, bambu, rotan ditutup dengan kulit Harimau Gembong. Dadak merak, kerangka terbuat dari bambu dan rotan sebagai tempat menata bulu merak untuk menggambarkan seekor merak sedang mengembangkan bulunya dan menggigit untaian manik - manik (tasbih). Krakap terbuat dari kain beludru warna hitam disulam dengan monte, merupakan aksesoris dan tempat menuliskan identitas group reog. Dadak merak ini berukuran panjang sekitar 2,25 meter, lebar sekitar 2,30 meter, dan beratnya hampir 50 kilogram.

 

Klono Sewandono

 

Klono Sewandono atau Raja Kelono adalah seorang raja sakti mandraguna yang memiliki pusaka andalan berupa Cemeti yang sangat ampuh dengan sebutan Kyai Pecut Samandiman kemana saja pergi sang Raja yang tampan dan masih muda ini selalu membawa pusaka tersebut. Pusaka tersebut digunakan untuk melindungi dirinya.

 

Bujang Ganong (Ganongan)

 

Bujang Ganong (Ganongan) atau Patih Pujangga Anom adalah salah satu tokoh yang enerjik, kocak sekaligus mempunyai keahlian dalam seni bela diri sehingga disetiap penampilannya senantiasa di tunggu - tunggu oleh penonton khususnya anak-anak. Bujang Ganong menggambarkan sosok seorang Patih Muda yang cekatan, berkemauan keras, cerdik, jenaka dan sakti.

 


FILM REOG BERTEMAKAN
            Dari film yang saya amati saya menyimpulkan bahwa tema film Reog adalah Kesedihan
SERIMPI



Srimpi adalah bentuk repertoar (penyajian) tari Jawa klasik dari tradisi kraton Kesultanan Mataram dan dilanjutkan pelestarian serta pengembangan sampai sekarang oleh empat istana pewarisnya di Jawa Tengah (Surakarta) dan Yogyakarta.
Penyajian tari pentas ini dicirikan dengan empat penari melakukan gerak gemulai yang menggambarkan kesopanan, kehalusan budi, serta kelemahlembutan yang ditunjukkan dari gerakan yang pelan serta anggun dengan diiringi suara musik gamelan Srimpi dianggap mempunyai kemiripan posisi sosial dengan tari Pakarena dari Makasar, yakni dilihat dari segi kelembutan gerak para penari dan sebagai tarian keraton.
Sejak dari zaman kuno, tari Serimpi sudah memiliki kedudukan yang istimewa di keraton-keraton Jawa dan tidak dapat disamakan dengan tari pentas yang lain karena sifatnya yang sakral Dulu tari ini hanya boleh dipentaskan oleh orang-orang yang dipilih keraton. Serimpi memiliki tingkat kesakralan yang sama dengan pusaka atau benda-benda yang melambang kekuasaan raja yang berasal dari zaman Jawa Hindu, meskipun sifatnya tidak sesakral tari Bedhaya.

SEDIKIT SEJARAH SERIMPI
Kemunculan tari Serimpi berawal dari masa kejayaan Kerajaan Mataram saat Sultan Agung memerintah pada tahun 1613-1646. Tarian ini dianggap sakral karena hanya dipentaskan dalam lingkungan keraton untuk ritual kenegaraan sampai peringatan kenaikan tahta sultan. Pada tahun 1775 Kerajaan Mataram pecah menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Perpecahan ini berimbas pada tari Serimpi sehingga terjadi perbedaan gerakan, walaupun inti dari tariannya masih sama. Tari ini muncul di lingkungan keraton Surakarta sekitar tahun 1788-1820. Dan mulai tahun 1920-an dan seterusnya, latihan tari klasik ini dimasukkan ke dalam mata pelajaran Taman-taman siswa Yogyakarta dan dalam perkumpulan tari serta karawitan Krida Beksa Wirama. Setelah Indonesia merdeka, tari ini kemudian juga diajarkan di akademi-akademiseni tari dan karawitan pemerintah, baik di Solo maupun di Yogyakarta.
Awalnya tari ini bernama Srimpi Sangopati yang merujuk pada suatu pengertian, yakni calon pengganti raja. Namun, Serimpi sendiri juga mempunyai arti perempuan. Pendapat yang lain, menurut Dr. Priyono, nama serimpi dapat dikaitkan ke akar kata “impi” atau mimpi. Maksudnya adalah ketika menyaksikan tarian lemah gemulai sepanjang 3/4 hingga 1 jam itu, para penonton seperti dibawa ke alam lain, yakni alam mimpi.

JENIS – JENIS TARIAN SERIMPI
Tarian Serimpi di Kesultanan Yogyakarta digolongkan menjadi Serimpi Babul Layar, Serimpi Dhempel, dan Serimpi Genjung. Untuk Kesultanan Surakarta, Serimpi digolongkan menjadi Serimpi Anglir Mendung dan Serimpi Bondan. Salah satu jenis tari Serimpi yang lain adalah Serimpi Renggawati yang dipentaskann oleh lima orang, yakni empat penari ditambah dengan satu penari sebagai putri Renggawati. Adapun kisah yang diceritakan adalah kisah Angling Dharma, seorang putra mahkota yang masih muda dan terkena kutukan menjadi burung Mliwis. Dia akan dapat kembali ke wujud semula jika badannya tersentuh oleh tangan seorang putri cantik jelita (Putri Renggawati). Semua peristiwa ini dicerminkan dalam tari-tarian yang digelar oleh para penari serimpi Renggawati yang diakhiri dengan sebuah kebahagiaan.

TARI SERIMPI BERTEMAKAN

            Tari serumpi ini bertemakan tentang Manusia dan Keindahan karena dalam tari serumpi penari melakukan gerak gemulai yang menggambarkan kesopanan, kehalusan budi, serta kelemah lembutan yang ditunjukkan dari gerakan yang pelan serta anggun dengan diiringi suara musik gamelan Srimpi.